Pelita Jogja – Pemerintah melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) mengambil langkah strategis dengan membentuk desk koordinasi untuk memperkuat sinergi dalam melindungi pekerja migran Indonesia (PMI). Langkah ini dianggap penting mengingat besarnya kontribusi pekerja migran terhadap perekonomian nasional, sekaligus tingginya risiko mereka terhadap berbagai bentuk eksploitasi dan perdagangan manusia.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) di Jakarta pada Kamis, Menko Polkam Budi Gunawan menjelaskan bahwa pekerja migran telah menyumbang devisa negara hingga Rp251 triliun pada tahun 2024. Meskipun demikian, mereka masih rentan menjadi korban perdagangan manusia dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi.
Menko Polkam menyampaikan bahwa pemerintah memiliki komitmen kuat dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran dengan membentuk Desk Koordinasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pembentukan desk ini, menurutnya, menjadi bagian dari upaya strategis untuk memastikan bahwa para pekerja migran mendapatkan hak dan perlindungan yang layak.
Langkah ini juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan perhatian besar terhadap kondisi pekerja migran Indonesia. Pemerintah menilai bahwa mereka tidak hanya berjuang demi keluarga, tetapi juga memberikan kontribusi besar bagi negara melalui pemasukan devisa.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, menegaskan bahwa perlindungan pekerja migran tidak dapat dilakukan oleh satu instansi saja. Banyak kementerian dan lembaga terkait yang terlibat dalam proses ini, sehingga koordinasi menjadi sangat penting.
Ia menjelaskan bahwa melalui desk koordinasi, diharapkan setiap pihak yang berkepentingan dapat bergerak lebih cepat dan efektif dalam menangani permasalahan pekerja migran. Selama ini, tantangan utama dalam perlindungan PMI bukan hanya pada aspek regulasi, tetapi juga pada kurangnya koordinasi antarlembaga.
Menurut Karding, salah satu faktor utama yang menyebabkan sulitnya perlindungan terhadap PMI adalah banyaknya pekerja migran yang berangkat ke luar negeri secara tidak resmi. Pekerja ilegal ini sulit terpantau oleh pemerintah, sehingga ketika mereka menghadapi masalah di negara tujuan, proses penyelesaian menjadi lebih rumit.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh KP2MI, jumlah pekerja migran yang terdaftar secara resmi mencapai 5,3 juta orang. Sementara itu, pada tahun 2017, hasil survei Bank Dunia mencatat bahwa jumlah pekerja ilegal mencapai 4,3 juta orang.
Selain itu, berbagai permasalahan seperti kekerasan, eksploitasi, hingga perdagangan manusia sering kali terjadi pada pekerja yang tidak berangkat melalui jalur prosedural. Karding menegaskan bahwa sekitar 90 hingga 95 persen masalah yang menimpa pekerja migran berakar pada ketidaksesuaian prosedur keberangkatan.
Jika pemerintah dapat menekan jumlah keberangkatan pekerja migran yang tidak sesuai prosedur, maka jumlah permasalahan yang mereka hadapi diyakini akan berkurang secara signifikan. Oleh sebab itu, desk koordinasi yang dibentuk diharapkan dapat menjadi forum utama dalam memperbaiki sistem perlindungan PMI.
Karding berharap dengan adanya sinergi yang lebih baik antarinstansi, perlindungan pekerja migran Indonesia dapat semakin optimal dan mereka dapat bekerja di luar negeri dengan kondisi yang lebih aman dan terlindungi.
